• CASHBACK Tiap TransaksiAsiknya beli di JADIPERGI.com, setiap transaksi apapun Anda mendapatkan cashback langsung.

  • Beragam Produk TravelSelain paket wisata, JadiPergi.com juga menyediakan akomodasi dan ticketing yang dapat melengkapi perjalanan liburan Anda.

  • Hemat BiayaAnda tidak perlu datang ke tour dan travel agent. Cukup akses website atau aplikasi mobile JadiPergi.com kapanpun, dimanapun.n Anda.

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

"Copy Paste" Melanggar Hak Cipta



Pengambilan naskah lewat internet sebagian/seluruhnya itu bisa dianggap melanggar hak cipta? Jawabannya tentu saja bisa. 

Namun secara teknis, akan ada beberapa permasalahan misalnya bagaimana mengetahui siapa sebenarnya pemilik situs?, di pengadilan mana penuntutan atau gugatan akan dilakukan? Bagaimanakah nantinya pelaksanaan putusan tersebut? Dan berbagai permasalahan lain. Memang permasalahan hukum yang berkaitan dengan cyberspace agak lebih kompleks karena perlu dilakukan "modifikasi" hukum terlebih dahulu.

Selain itu , mungkin ada beberapa hal yang harus diperhatikan, misalnya:

1. Coba periksa secara seksama situs tersebut, mungkin saja webmaster atau pemilik situs membuat suatu pernyataan penggunaan situs tersebut. Bisa saja, pemilik situs memberikan izin sepenuhnya atau dalam hal-hal tertentu saja, misalnya untuk tujuan pendidikan, sehingga bisa saja isinya diambil seluruh/sebagian. Namun dapat pula, pemilik situs melarang netter untuk mengambil isi situsnya.

2. Apakah tujuan dari pengambilan dan menampilkan kembali (posting) naskah tersebut. Hal ini dikarenakan sesuai dengan pasal 14 UU No.12/1997, penggunaan hak cipta pihak lain dimungkinkan dengan beberapa persyaratan, diantaranya:

a. harus disebutkan dan atau dicantumkan sumbernya;

b. untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah; dan

c. harus tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Pencipta, maksudnya disini adalah manfaat ekonomi dari ciptaan yang bersangkutan. Namun jika terjadi sengketa soal kepentingan yang wajar ini, maka Pengadilan yang akan menentukan tolok ukur ini.
Share:

Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech)

Poin-poin Isi Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech)

Ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP.
Bentuknya antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.

Pada huruf (g) disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan atau kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel dan orientasi seksual.

Pada huruf (h) selanjutnya disebutkan bahwa “ujaran kebencian dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain misalnya dalam orasi kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring media sosial, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi), ceramah keagamaan, media masa cetak atau elektronik dan pamflet.

Pada nomor 3 SE itu, diatur prosedur kepolisian polisi dalam menangani perkara tersebut. Pertama, setiap personel Polri diharapkan mempunyai pemahaman dan pengetahuan mengenai bentuk-bentuk kebencian. Kedua, personel Polri diharapkan lebih responsif atau peka terhadap gejala-gejala di masyarakat yang berpotensi menimbulkan tindak pidana.Ketiga, setiap personel Polri melakukan kegiatan analisis atau kajian terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya. Terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.Keempat, setiap personel Polri melaporkan ke pimpinan masing-masing terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.

Apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah ke tindak pidana ujaran kebencian, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan. Antara lain memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih pertikaian di masyarakat, melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian.

Kemudian, mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian, mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai dan memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat.

Terakhir, jika tindakan preventif sudah dilakukan namun tidak menyelesaikan masalah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui upaya penegakan hukum sesuai dengan KUHP, UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Kemudian, UU nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial.
Share:

Ancaman Pidana Siswa Berkendara Tanpa Memiliki SIM

Secara aturan hukum, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (“SIM”) sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).

Dalam hal siswa/pelajar Sekolah Menengah Pertama (“SMP”) mengendarai sepeda tanpa memiliki SIM, maka ia dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 281 UU LLAJ yang berbunyi:
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).”

Perlu diketahui, pidana kurungan dan denda dalam Pasal 281 UU LLAJ tersebut berlaku untuk orang dewasa. Apabila ada anak yang melakukan suatu tindak pidana (dikenal sebagai Anak Nakal menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak [“UU Pengadilan Anak”] ) yang mana terdapat ancaman pidana denda di dalamnya, maka pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak adalah 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 28 ayat (1) UU Pengadilan Anak.

Jadi, pidana denda yang dijatuhkan kepada pelajar SMP yang berkendara tanpa memiliki SIM seperti dalam pertanyaan Anda adalah paling banyak ½ dari Rp1.000.000, yakni sebesar Rp500.000.
Sama halnya dengan pidana denda, pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling lama adalah 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 27 UU Pengadilan Anak.

Disimpulkan, pidana kurungan yang dijatuhkan kepada pelajar SMP yang berkendara tanpa memiliki SIM adalah paling lama ½ dari 4 (empat) bulan, yakni masa kurungan paling lama 2 (dua) bulan.
Share:
BARU!!! ---> DISTRIBUTOR PULSA TERMURAH DAN TRANSAKSI TERPOPULER VIA SOSMED portalpulsa, Transaksi via App Android, Facebook, Telegram, LINE, GTalk, Hangouts, Twitter, Sms, Email, Jabber / XMPP, dan Member Area

TOPIK TERPOPULER

Wisata Kerbau Rawa Kalang Hadangan

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

TAUTAN BERITA

HALAMAN FACEBOOK

pulsagram,