Pacaran
Istilah pacaran berasal dari kata dasar pacar yang dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan
mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Istilah pacaran dalam
bahasa Arab disebut tahabbub. Pacaran berarti bercintaan;
berkasih-kasihan, yaitu dari sebuah pasangan laki-laki dan perempuan
yang bukan mahram.
Para ulama telah banyak
membicarakan masalah ini, seperti misalnya yang terdapat dalam Fatwa
Lajnah Daimah, sebuah kumpulan fatwa dari beberapa ulama. Sebelum
sampai pada simpulan hukum pacaran, terlebih dahulu ditelusuri
berbagai kemungkinan yang terjadi ketika sebuah pasangan muda-mudi
yang bukan mahram menjalin hubungan secara intim. Dengan penelusuran
seperti ini, suatu tindakan tertentu yang berkaitan dengan hubungan
muda-mudi ini dapat dinilai dari sudut pandang syar'i. Dengan
demikian, kita akan dengan mudah mengetahui suatu "hubungan"
yang masih dapat ditoleransi oleh syariat dan yang tidak.
Apa yang terjadi dari sebuah hubungan antara seseorang dengan
orang lain secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lima :
perkenalan, hubungan sahabat, jatuh cinta, hubungan intim, dan
hubungan suami istri.
Perkenalan
Islam tidak melarang seseorang untuk menganal orang lain,
termasuk lawan jenis yang bukan mahram. Bahkan, Islam menganjurkan
kepada kita untuk bersatu, berjamaah. Karena, kekuatan Islam itu
adalah di antaranya kejamaahan, bahkan Allah menciptakan manusia
menjadi berbangsa-bangsa dan bersuku-suku itu untuk saling mengenal.
Allah SWT berfirman yang artinya, "Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal." (QS. Al-Hujuraat : 13).
Hubungan
Sahabat
Hubungan sahabat adalah hubungan sebagai kelanjutan dari sebuah
hubungan yang saling mengenal. Setelah saling mengenal, seseorang
berhubungan dengan orang lain bisa meningkat menjadi teman biasa atau
teman dekat (sahabat). Hubungan sahabat dimulai dari saling mengenal.
Hubungan saling mengenal ini jika berlangsung lama akan menciptakan
sebuah hubungan yang tidak hanya saling mengenal, tetapi sudah ada
rasa solidaritas yang lebih tinggi untuk saling menghormati dan
bahkan saling bekerja sama. Contoh yang mungkin dapat diambil dalam
hal ini adalah seperti hubungan antara Zainudin MZ dengan Lutfiah
Sungkar, Neno Warisman dengan Hari Mukti, dan lain-lain. Mereka
adalah pasangan lawan-lawan jenis yang saling mengenal, juga dalam
diri mereka terjalin hubungan yang saling menghormati, bahkan mungkin
bisa bekerja sama. Dalam Islam, hubungan semacam ini tidaklah
dilarang.
"Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya." (QS. Al-Maidah : 2).
Jatuh Cinta
Islam juga tidak melarang seseorang
mencintai sesuatu, tetapi untuk tingkatan ini harus ada batasnya.
Jika rasa cinta ini membawa seseorang kepada perbuatan yang melanggar
syariat, berarti sudah terjerumus ke dalam larangan. Rasa cinta tadi
bukan lagi dibolehkan, tetapi sudah dilarang. Perasaan cinta itu
timbul karena memang dari segi zatnya atau bentuknya secara manusiawi
wajar untuk dicintai. Perasaan ini adalah perasaan normal, dan setiap
manusia yang normal memiliki perasaan ini. Jika memandang sesuatu
yang indah, kita akan mengatakan bahwa itu memang indah. Imam Ibnu
al-Jauzi berkata, "Untuk pemilihan hukum dalam bab ini, kita
harus katakan bahwa sesungguhnya kecintaan, kasih sayang, dan
ketertarikan terhadap sesuatu yang indah dan memiliki kecocokan
tidaklah merupakan hal yang tercela. Terhadap cinta yang seperti ini
orang tidak akan membuangnya, kecuali orang yang berkepribadian
kolot. Sedangkan cinta yang melewati batas ketertarikan dan
kecintaan, maka ia akan menguasai akal dan membelokkan pemiliknya
kepada perkara yang tidak sesuai dengan hikmah yang sesungguhnya, hal
seperti inilah yang tercela”.
Begitu juga ketika
melihat wanita yang bukan mahram, jika ia wanita yang cantik dan
memang indah ketika secara tidak sengaja terlihat oleh seseorang,
dalam hati orang tersebut kemungkinan besar akan terbesit penilaian
suatu keindahan, kecantikan terhadap wanita itu. Rasa itulah yang
disebut rasa cinta, atau mencintai. Tetapi, rasa mencintai atau jatuh
cinta di sini tidak berarti harus diikuti rasa memiliki. Rasa cinta
di sini adalah suatu rasa spontanitas naluri alamiah yang muncul dari
seorang manusia yang memang merupakan anugerah Tuhan. Seorang
laki-laki berkata kepada Umar bin Khattab ra, "Wahai Amirul
Mukminin, aku telah melihat seorang gadis, kemudian aku jatuh cinta
kepadanya." Umar berkata, "Itu adalah termasuk sesuatu yang
tidak dapat dikendalikan." (HR. Ibnu Hazm). Dalam kitab Mauqiful
Islam minal Hubb, Muhammad Ibrahim Mubarak menyimpulkan apa yang
disebut cinta, "Cinta adalah perasaan di luar kehendak
dengan daya tarik yang kuat pada seseorang’’.
Sampai batas ini, syariat Islam masih memberikan toleransi,
asalkan dari pandangan mata pertama yang menimbulkan penilaian indah
itu tidak berlanjut kepada pandangan mata kedua. Karena, jika rasa
cinta ini kemudian berlanjut menjadi tidak terkendali, yaitu ingin
memandang untuk yang kedua kali, hal ini sudah masuk ke wilayah
larangan.
Allah
SWT berfirman yang artinya, "Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'
Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan
pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka…" (QS.
An-Nuur : 30 - 31). Menundukkan pandangan yaitu menjaga
pandangan, tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat
menelan merasakan kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya yang
beraksi. Pandangan yang terpelihara adalah apabila secara tidak
sengaja melihat lawan jenis kemudian menahan untuk tidak berusaha
melihat lagi kemudian.
Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, "Saya
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang melihat dengan mendadak. Maka
jawab Nabi, 'Palingkanlah pandanganmu itu'!
"
(HR. Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).
Rasulullah SAW berpesan kepada Ali ra yang artinya, "Hai Ali,
Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu
hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh."
(HR. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmizi).
Ibnul Jauzi di dalam Dzamm ul
Hawa menyebutkan bahwa dari Abu al-Hasan al-Wa'ifdz, dia berkata,
"Ketika Abu Nashr Habib al-Najjar al-Wa'idz wafat di kota
Basrah, dia dimimpikan berwajah bundar seperti bulan di malam
purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang ada wajahnya. Maka
orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya, 'Wahai
Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam berada di wajah Anda?'
Dia menjawab, 'Pernah pada suatu ketika aku melewati kabilah Bani
Abbas. Di sana aku melihat seorang anak amrad dan aku
memperhatikannya. Ketika aku telah menghadap Tuhanku, Dia berfirman,
'Wahai Habib?' Aku menjawab, 'Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah.'
Allah berfirman, 'Lewatlah Kamu di atas neraka'. Maka aku melewatinya
dan aku ditiup sekali sehingga aku berkata, 'Aduh (karena sakitnya)'.
Maka Dia memanggilku, 'Satu kali tiupan adalah untuk sekali
pandangan. Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan
menambah tiupan (api neraka)." Hal tersebut sebagai gambaran,
bahwa hanya melihat amrad (anak muda belia yang kelihatan tampan)
saja akan mengalami kesulitan yang sangat dalam di akhirat
kelak.
Hubungan Intim
Jika
rasa jatuh cinta ini berlanjut, yaitu menimbulkan langkah baru dan
secara kebetulan pihak lawan jenis merespon dan menerima hubungan
ini, terjadilah hubungan yang lebih jauh dan lebih tinggi levelnya,
yaitu hubungan intim. Hubungan ini sudah tidak menghiraukan lagi
rambu-rambu yang ketat, apalagi aturan. Dalam hubungan ini pasangan
muda-mudi sudah bisa merasakan sebagian dari apa yang dialami
pasangan suami istri. Pelaku hubungan pada tingkatan ini sudah lepas
kendali. Perasan libido seksual sudah sangat mendominasi. Dorongan
seksual inilah yang menjadi biang keladi hitam kelamnya hubungan
tingkat ini. Bersalaman dan saling bergandeng tangan agaknya sudah
menjadi pemandangan umum di kehidupan masyarakat kita, bahkan saling
berciuman sudah menjadi tren pergaulan intim muda-mudi zaman
sekarang. Inilah hubungan muda-mudi yang sekarang ini kita kenal
dengan istilah "pacaran".
Malam minggu adalah malam
surga bagi pasangan muda-mudi yang menjalin hubungan pada tingkatan
ini. Mereka telah memiliki istilah yang sudah terkenal: "apel".
Sang kekasih datang ke rumah kekasihnya. Ada kalanya apel hanya
dilaksanakan di rumah saja, ada kalanya berlanjut pergi ke suatu
tempat yang tidak diketahui lingkungan yang dikenalnya. Dengan
begitu, mereka bebas melakukan apa saja atas dasar saling menyukai.
Al-Hakim meriwayatkan, "Hati-hatilah kamu dari
bicara-bicara dengan wanita, sebab tiada seorang laki-laki yang
sendirian dengan wanita yang tidak ada mahramnya melainkan ingin
berzina padanya”.
"Barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia berduaan dalam tempat
sepi dengan seorang wanita, sedang dia dengan wanita tersebut tidak
memiliki hubungan keluarga (mahram), karena yang ketiga dari mereka
adalah setan." (HR.Ahmad).
Ath-Thabarani
meriwayatkan, Nabi SAW bersabda yang artinya, "Awaslah kamu dari
bersendirian dengan wanita, demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya,
tiada seorang lelaki yang bersendirian (bersembunyian) dengan wanita
melainkan dimasuki oleh setan antara keduanya. Dan seorang yang
berdesakkan dengan babi yang berlumuran lumpur yang basi lebih baik
daripada bersentuhan bahu dengan bahu wanita yang tidak halal
baginya."
Ibnul Jauzi di dalam Dzamm ul-Hawa
menyebutkan bahwa Abu Hurairah ra dan Ibn Abbas ra keduanya berkata,
Rasulullah SAW berkhotbah, "Barang siapa yang memiliki
kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita lantas
dia melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan
akan memasukkan dia ke dalam neraka. Barangsiapa yang memandang
seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi
kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka.
Barangsiapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram
(baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan di
belenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk
ke dalam neraka. Dan barangsiapa yang bersenda gurau dengan seorang
wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata
yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti
(kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus
membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda dan bersetubuh
dengannya, maka wanita itu juga mendapatkan dosa seperti yang
diterima oleh lelaki tersebut”.
Hubungan intim ini akan sampai pada puncaknya jika terjadi
suatu hubungan sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh suami
istri.
Hubungan Suami-Istri
Agama Islam itu adalah agama yang tidak menentang fitrah manusia.
Islam sangat sempurna di dalam memandang hal semacam ini. Manusia
diciptakan oleh Allah SWT memiliki dorongan seks. Oleh karena itu,
Islam menempatkan syariat pernikahan sebagai salah satu sunah
nabi-Nya.
Hubungan sepasang kekasih mencapai puncak
kedekatan setelah menjalin hubungan suami-istri. Dengan pernikahan,
seseorang sesungguhnya telah dihalalkan untuk berbuat sesukanya
terhadap istri/suaminya (dalam hal mencari kepuasan libido seksualnya
: hubungan badan), asalkan saja tidak melanggar larangan yang telah
diundangkan oleh syariat.
Kita tidak menyangkal bahwa
di dalam kenyataan sekarang ini meskipun sepasang kekasih belum
melangsungkan pernikahan, tetapi tidak jarang mereka melakukan
hubungan sebagaimana layaknya hubungan suami-istri. Oleh karena itu,
kita sering mendengar seorang pemudi hamil tanpa diketahui dengan
jelas siapa yang menghamilinya. Bahkan, banyak orang yang melakukan
aborsi (pengguguran kandungan) karena tidak sanggup menahan malu
memomong bayi dari hasil perbuatan zina.
Jika suatu hubungan
muda-mudi yang bukan mahram (belum menikah) sudah seperti hubungan
suami istri, sudah tidak diragukan lagi bahwa hubungan ini sudah
mencapai puncak kemaksiatan. Sampai hubungan pada tingkatan ini,
yaitu perzinaan, banyak pihak yang dirugikan dan banyak hal telah
hilang, yaitu ruginya lingkungan tempat mereka tinggal dan hilangnya
harga diri dan agama bagi sepasang kekasih yang melakukan perzinaan.
Selain itu, sistem nilai-nilai keagamaan di masyarakat juga ikut
hancur.
Di dalam kitab Ibnu Majah diriwayatkan
bahwa Ibnu Umar ra bertutur bahwa dirinya termasuk sepuluh orang
sahabat Muhajirin yang duduk bersama Rasulullah SAW. Lalu, beliau
mengarahkan wajahnya kepada kami dan bersabda, "Wahai segenap
Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah dan
aku berharap kalian tidak mendapatkannya. Pertama, tidaklah perbuatan
zina tampak pada suatu kaum sehingga mereka melakukan
terang-terangan, melainkan mereka akan tertimpa bencana wabah dan
penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada orang-orang sebelum
mereka. Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan
timbangan, melainkan mereka akan tertimpa paceklik, masalah ekonomi,
dan kedurjanaan penguasa. Ketiga, tidaklah suatu kaum menolak
membayar zakat, melainkan mereka akan meng alami kemarau panjang.
Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi
hujan. Keempat, tidaklah suatu kaum melakukan tipuan (ingkar janji),
melainkan akan Allah utus kepada mereka musuh yang akan mengambil
sebagian yang mereka miliki. Kelima, tidaklah para imam (pemimpin)
mereka meninggalkan (tidak mengamalkan Al-Qur'an), melainkan akan
Allah jadikan permusuhan antar mereka." (HR. Ibnu Majah dan
Hakim).
"Semalam aku melihat dua orang yang datang kepadaku.
Lantas mereka berdua mengajakku keluar. Maka aku berangkat bersama
keduanya. Kemudian keduanya membawaku melihat lubang (dapur) yang
sempit atapnya dan luas bagian bawahnya, menyala api, dan bila meluap
apinya naik orang-orang yang di dalamnya sehingga hampir keluar. Jika
api itu padam, mereka kembali ke dasar. Lantas aku berkata, 'Apa
ini?' Kedua orang itu berkata, 'Mereka adalah orang-orang yang telah
melakukan zina'." (Isi hadits tersebut kami ringkas redaksinya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim). .
Atha' al-Khurasaniy berkata, "Sesungguhnya neraka Jahanam
memiliki tujuh buah pintu. Yang paling menakutkan, paling panas dan
paling busuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi para pezina
yang melakukan perbuatan tersebut setelah mengetahui hukumnya."
(Dzamm ul-Hawa, Ibnul Jauzi).
Dengan mengetahui
dampak negatif yang sangat besar ini, kita akan menyadari dan
meyakini bahwa apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW itu ternyata
memang benar. Apabila seorang pemuda sudah siap untuk menikah,
segerakanlah menikah. Hal ini sangat baik untuk menghindari
terjadinya perbutan maksiat. Tetapi, jika belum mampu untuk menikah,
orang tersebut hendaknya berpuasa. Karena, puasa itu di antaranya
dapat menahan hawa nafsu.
"Wahai
segenap pemuda, barang siapa yang mampu memikul beban keluarga
hendaklah menikah. Sesungguhnya pernikahan itu lebih dapat meredam
gejolak mata dan nafsu seksual, tetapi barang siapa belum mampu,
hendaklah dia berp uasa, karena puasa itu benteng (penjagaan)
baginya." (HR. Bukhari).
Cinta
Beberapa
pengertian Cinta:
1.
Cinta=perasaan sekaligus akal sehat
Cinta
memang soal rasa. Meski demikian, bukan berarti akal sehat ditaro di
dengkul dong. Oya, karena cinta tuh sangat luas, maka penampakkannya
juga ngikuti naluri yang dimiliki manusia. Misalnya aja nih, orang
bisa cinta mati sama benda, juga bisa cinta sama Allah Swt, RasulNya,
ortunya, kaum muslimin secara umum, dan juga sama lawan jenis. Cinta
emang luas.
Betul banget, kita jatuh cinta dengan hati.
Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari, kita
diharapkan untuk juga menggunakan akal sehat. Bohong besar deh kalau
kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa bisa mengelak. Yang
sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi tradisi,
kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok dari mana kita
berasal.
Nol besar pula kalau kita merasa boleh berbuat
apa saja saat jatuh cinta, dan tidak bisa dimintai pertanggungan
jawab bila perbuatan-perbuatan impulsif alias memperturutkan kata
hati itu berakibat buruk suatu ketika nanti. Kehilangan perspektif
bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal kebodohan.
Jadi nih, akal sehat tetap kudu kita jadikan
pertimbangan juga biar nggak nyelenong ngikutin perasaan aja.
2. Cinta membutuhkan proses
Setuju
banget deh. Cinta emang butuh proses. Butuh waktu agar bisa tumbuh
perasaan satu sama lain. Ini khususnya cinta dengan lawan jenis ya.
Eh, kalo pun ada orang yang love at
first sight, tentunya bukan cinta
namanya, tapi ketertarikan. Karena ketertarikan orang bisa dengan
begitu mudah muncul manakala ada obyek yang memang menurutnya
menyenangkan. Tapi cinta nggak begitu ternyata. “Cinta itu tumbuh,
berkembang dan merupakan emosi yang kompleks,” kata Bowman, salah
seorang pakar psikologi.
Sobat, untuk tumbuh dan berkembang, cinta
membutuhkan waktu. Jadi emang nggak mungkin kita mencintai seseorang
yang tidak ketahuan asal-usulnya dengan begitu aja. Cinta nggak
pernah menyerang tiba-tiba, nggak juga jatuh dari langit. Cinta
datang kalo udah saling kenal dan memahami pribadi masing-masing
meski nggak terlalu detil. Jadi, minimal emang kenal dulu: siapa sih
si dia itu?
Itu sebabnya, cinta insya Allah bisa aja tumbuh
kalo kita terus ketemu dan saling komunikasi. Teman dekat yang saling
mencintai, itu hanya bisa dicapai setelah kedua partner itu lama
hidup bersama. Sehingga tahu kebiasaannya masing-masing, tahu makanan
favoritnya, warna kesukannya, sampe tahu jadwal tidurnya, tahu tempat
nongkrongnya, dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Begitu pun kalo kita mencintai Islam, akan
semakin lengket dan bahkan bangga dengan Islam ketika kita udah lama
‘berkenalan’ (baca: belajar) dengan Islam. Nggak mungkin tumbuh
cinta kepada Islam kalo kitanya aja nggak berusaha mengenal lebih
dalam tentang Islam dengan cara mempelajarinya. Setuju nggak?
So, kalo
ada orang bisa jatuh cinta pada saat ketemuan pertama kali,
sebenarnya bukan sedang jatuh cinta tuh, tapi sedang tertarik satu
sama lain dengan ketertarikan yang amat sangat luar biasa. Hal ini
perlu ditindaklanjuti, yakni dengan berusaha untuk mengenal lebih
dekat dan lebih dekat lagi. But, kudu tahu rambu-rambu juga dong kalo
urusannya dengan lawan jenis yang bukan mahram. Sebab, nggak bisa
bebas sesuka kita tuh. Boleh kenalan lebih dalam, kalo niatnya emang
untuk menikah degannya. Ssstt... kalo untuk pacaran? Hah? Hari gini
masih pacaran? Nggak lha yauw!
3. Cinta itu konstruktif
Well,
kita kayaknya kudu setuju nih kalo cinta itu emang konstruktrif. Eh,
jangan-jangan ada teman kita (atau kita sendiri?) yang mendadak jadi
kreatif, ngedadak jadi suka pake wangi-wangian biar nggak BB,
ngedadak juga jadi senang baca novel cinta. Padahal, sebelum tertarik
dengan salah seorang dari lawan jenis, mandi sekali sehari aja udah
untung banget.
Seseorang yang mencintai bisa berbuat
sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri sekaligus demi (kebanggaan)
pasangan. Dia bakalan berani berambisi, bermimpi konstruktif, dan
merencanakan masa depan. Wuih, keren banget deh.
Eit, tapi tunggu dulu. Sebab, ada juga orang
ketika jatuh cinta ternyata malah amburadul. Kok bisa sih? Hmm...
orang model gini, bukannya berpikir dan bertindak konstruktif,
tapi dia malah kehilangan ambisi, nafsu makan, dan minat terhadap
masalah sehari-hari. Doi cuma memikirkan kesengsaraan pribadi.
Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan impian itu bisa menjadi
pengganti kenyataan.
Kalo ada orang yang jatuh cinta tapi malah
bikin lemah dan loyo kayak gini, berarti dia belum mampu memaknai
cinta. Jangan-jangan lebih banyak ngelamunnya karena terjerat
mimpi-mimpi indah kalo sampe mencintai lawan jenis yang dia idamkan
itu. Padahal, yang namanya cinta nggak begitu kok. Cinta itu
konstruktif. Bisa membangun segala daya cipta dan kreativitas kita.
4. Cinta tak melenyapkan semua
masalah
Konon kabarnya,
penganut faham romantik percaya banget bahwa cinta bisa mengatasi
masalah. Seakan-akan cinta itu obat bagi segala penyakit. Kemiskinan
dan banyak problem lain diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta
belaka. Faktanya, cinta nggaklah seajaib itu. Cinta hanya bisa
membuat sepasang kekasih (suami-istri) berani menghadapi masalah.
Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih agar bisa
dicarikan jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang berarti
nggak benar-benar mencinta-cenderung membutakan mata saat tercegat
masalah. Alih-alih bertindak dengan akal sehat, dia
mengenyampingkan problem.
Maka, kalo misalnya kita mo nikah, selain
cinta tentu kudu ada persiapan ilmu, mental, dan juga jaminan untuk
nafkahnya, lho. Kalo modalnya cinta doang, harus dipertanyakan tuh,
sebab menikah bukan cuma modal cinta. Kalo nggak punya beras, apa
cukup dengan cinta? Nggak kan? Cinta tuh hanya akan memotivasi kita
untuk mencari jalan keluar supaya bisa dapetin beras.
5. Cinta cenderung konstan
Ya,
cinta itu bergerak konstan, sobat. Maka kita patut curiga bila grafik
perasaan kita pada sesuatu atau kekasih (suami-istri or calon suami
dan calon istri) yang kita cintai tuh turun-naik sangat tajam. Kalau
saat jauh kita merasa kekasih lebih hebat dibanding saat bersama, itu
pertanda kita mengidealisasikannya, bukan melihatnya secara
realistis.
Lantas saat kembali bersama, kita memandang
kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah segala bayangan hebat itu.
Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih hebat saat kita
berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama saat dia
jauh. Hal sedemikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik fisik.
Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan (baca:
suami-istri), kita menyukainya dalam kadar sebanding.
Nah, begitupun kalo kita mencintai Allah Swt,
RasulNya, dan juga Islam. Cinta kita bisa dibilang hebat kalo
sinyalnya terus-menerus kuat. Nggak ada blank
spot-nya. Di mana pun selalu ada
sinyal kecintaan kita kepada Allah Swt., RasulNya, dan juga Islam.
Cirinya apa? Contoh cinta kepada Allah Swt. Pas kita lagi seneng,
tetap inget sama Allah Swt. Lagi sedih juga selalu inget sama Allah
Swt. Kalo sebaliknya? Berarti cinta kita nggak konstan. Kalo nggak
konstan berarti ada yang error.
Jadinya bisa kena sindir Allah Ta’ala deh dalam firmanNya:
“Dan di antara manusia ada orang yang
menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh
kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh
suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (menjadi kafir). Rugilah ia
di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang
nyata.” (QS
al-Hajj [22]: 11)
So, cinta
tuh seharusnya memang konstan. Kalo turun-naik grafiknya perlu
dipertanyakan. Yuk, kita muhasabah diri. Oke?
6. Cinta tak bertumpu pada daya
tarik fisik
Dalam hubungan cinta dengan lawan jenis, daya
tarik fisik bisa jadi penting. Tapi bahaya bila kita menyukai lawan
jenis hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor
lainnya. Saat jatuh cinta, kita menikmati dan memberi makna penting
bagi setiap kontak fisik. Kontak fisik, ketahuilah sobat, itu hanya
terasa menyenangkan bila kita dan pasangan (baca: suami-istri) saling
menyukai pribadi masing-masing. Maka bukan cinta namanya, melainkan
nafsu, bila kita menganggap kontak fisik hanya memberi sensasi
menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta, afeksi alias perasaan
terwujud belakangan saat hubungan kian dalam antara sepasang
suami-istri. Sedang nafsu menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.
Waspadalah buat yang masih senang pacaran. Sebab kontak fisik sering
terjadi, sementara hal itu dinilai sebagai maksiat karena belum
terikat tali pernikahan. Betul?
7. Cinta merhatiin kelanjutan
hubungan
Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan
perkembangan hubungan dengan kekasihnya (baca: suami-istri atau calon
suami dan calon istri). Dia bakal menghindari segala hal yang mungkin
aja ngerusak hubungan. Sebisa mungkin dia melakukan tindakan yang
bisa memperkuat, mempertahankan, dan memajukan hubungan.
But,
orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha keras
menyenangkan kekasih. Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar
kekasih menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan yang diincar.
Orang yang mencinta akan menyenangkan pasangan (yakni suami atau
istri dan juga calon suami or calon istri) untuk memperkuat hubungan.
Sip deh!
8. Cinta berani melakukan
hal menyakitkan
Selain
berusaha menyenangkan kekasih (suami-istri atau calon suami dan calon
istri), orang yang sungguh-sungguh mencinta memiliki perhatian,
keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan hal yang
tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang berkata
“tidak” saat anaknya minta es krim, padahal sedang flu.
Begitu
juga ketika kita berani menegur sahabat kita saat dia melakukan
maksiat, meski risikonya harus mendapat bencinya--dan itu
menyakitkan, itulah cinta.
Semoga pengenalan beberapa hal tentang
cinta ini bisa menjadi inspirasi kita untuk lebih bersih dalam
mencintai, yakni taat aturan Allah Swt. Berbahagialah karena kita
memiliki cinta.